Yogyakarta dalam Lembaran-lembaran masa dengan segala ceritanya menjadi bukti bahwa Yogyakarta sejak berabad-abad silam dari era mataram kuna hingga mataram baru mampu menempatkan diri sebagai Inisiator dan Leader Campaign dalam berbagai hal. dari sisi Seni Budaya, Toleransi, Pendidikan hingga Sosial Politik. Hal ini tak lepas dari peran para leluhur jawa dalam membangun pondasi pedoman (tuntunan) perilaku bagi masyarakat Mataram.
Berbagai jargon yang disandang Jogja, seperti kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Toleransi, Kota Batik dll. mampu menginspirasi kota-kota lain untuk ikut tergerak menggelorakan kembali pelestarian dan kebanggaan terhadap kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa ini.
Yogyakarta sebagai inisiator gerakan penggunaan kembali aksara jawa di era digital ini tak lepas dari semangat penguatan kembali pondasi karakter dan perilaku yang telah ditanamkan oleh para leluhur Jawa. "Aksara sebagai pembangun karakter sebuah bangsa" sebagaimana yang telah digunakan sebagai tema oleh UNESCO pada peringatan Hari Aksara Internasional ke 46 tahun 2011 pun telah jauh berabad abad silam dibuktikan oleh para founding father mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma dengan Sastra Gendhing membuat pondasi / tuntunan perilaku bagi masyarakat mataram sehingga mampu menumbuhkan harga diri bangsa Jawa dan berdiri sejajar dengan bangsa bangsa lain di dunia.
Kini.... era digital menjadi momentum untuk meneguhkan kembali bahwa Aksara Jawa masih tetap eksis dan digunakan oleh masyarakat mataram. Dengan semangat “Anglaras ilining banyu, Hangeli ning ora keli” (mengikuti arus zaman, namun tidak terhanyut) maka Sastra Gendhing menapak menjadi Sastralampah.
Jargon Jogja Kota Hanacaraka diharapkan dapat menaungi semua gerakan yang ada di jogjakarta terkait keaksaraan Jawa serta menjadi pengingat bagi masyarakat umum bahwa di jogjakarta kita harus bisa beraksara jawa.
ꦩꦠꦸꦂꦤꦸꦮꦸꦤ꧀
Yogyakarta 31 Agustus 2021
tentang lagu Branding INI JOGJAKARTA "Kota HaNaCaRaKa"
Lagu : Ardie Susanto
Syair : Ardie Susanto, Joko Elysanto & Setya Amrih Prasaja
Music Arranger : Ardie Susanto (Genk Kobra)
Lead Vocal : Ardie Susanto
2nd Vocal : Je Elysanto
Choir : Team Bahasa,Sastra Disbud DIY, Team KAJ & MGMP SMA/SMK DIY
Gemuruh Suara
Mengalun indah di puncak nirwana
Mengalirkan cinta
Menuju tepian samudra
Eee Ya ee ya Oooo
Melewati masa
Membuka berjuta rahasia
Aksara terangkai
Mengungkap ribuan kisahnya
Warna-warni goresan harmoni
Terlukis indah di atas tanah ini
reff.
Jogjakarta.... na na na na na na na
ini Jogjakarta... na na na na na na na
ini Jogjakarta.... ha ha ha ha ha ha ha
Ada tawa, ada rindu, ada cerita
Kota Hanacaraka.... ini Jogjakarta
Jape Methe semua... ini Jogjakarta
Kundha kabudayan ing ngayogyakarta
Pigunaning sastra ambuka bhawana
Nyawiji kinanthi luhuring pangeksi
Wahananing gati sinongsongan budi
Ana caraka pratandha
Ana ujar ana uni
Dadi jejering Satriya
Sastralampah ing pakerti
kembali ke reff
Tentang Isi Lagu
Kisah apa yang ingin kita ungkapkan
Gemuruh Suara, Mengalun indah di puncak nirwana
Mengalirkan cinta, Menuju tepian samudra
Kata Nirwana : Dalam pengertian lebih dalam Nirwana bermakna puncak kebahagiaan, suatu keadaan dimana telah musnah segala hawa nafsu, Hal ini menyiratkan makna sebuah Kebijaksanaan
Kata Menuju : Menyiratkan angka (7) tujuh. menggambarkan tujuh sungai yang mengalir dan menopang peradaban di wilayah Yogyakarta (sapta sindhawah).
Mengalirkan Cinta dari puncak menuju tepian samudra. Kalimat ini mengisyaratkan pada sumbu imaginer Yogyakarta. Gunung Merapi dan Laut Selatan.
E yae Ya O.... E E E ya e ya O
E ya Ya O : Disamping sebagai Senggakan khas Jawa (meningkahi lagu/sorak).kalimat ini mengingatkan kita pada literasi aksara jawa yang harus berhati-hati jika menulis bunyi E dan O. karena sandhangan penandha bunyi E dan O berada didepan aksaranya. (Taling dan Taling Tarung).
Melewati masa, Membuka berjuta rahasia
Aksara terangkai, Mengungkap ribuan kisahnya
Warna-warni goresan harmoni, Terlukis indah di atas tanah ini
Jogjakarta.... na na na na na na na
ini Jogjakarta.... ha ha ha ha ha ha ha
Na na na Ha ha ha : Sebuah ungkapan yang multi makna. Setiap orang yang pernah ke Jogjakarta mempunyai kenangannya sendiri sendiri.
Na Na Na dan Ha Ha Ha juga mengingatkan kita akan unsur terkecil dalam aksara jawa yaitu suku kata dan sudah berbunyi vokal "a".
Alfasylabik / abugida bukan seperti alfabet a b c d e.
Ada tawa, ada rindu, ada cerita
Kota Hanacaraka.... ini Jogjakarta
Jape Methe semua... ini Jogjakarta
Jape Methe : "Cahe Dhewe" Sebuah bahasa walikan (sandi) yang banyak digunakan oleh masyarakat Jogja yang berdasar dari susunan aksara jawa Hanacaraka.
"Jape Methe" sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa di jogja itu semua berteman baik dan diharapkan akan semakin menumbuhkan rasa solidaritas dan rasa aman di Yogyakarta
Syair Tembang jawa yang terdengar sayup-sayup di tengah lagu :
Kundha Kabudayan Ngayogyakarta : Dinas Kebudayaan DIY, dalam hal ini lokasi Markas Aksara Jawa di Yogyakarta.
Gunaning sastra Ambuka Bhawana : Sengkalan Penanda tahun Pra Kongres(1953 Jawa).
Sengkalan ini bermakna “Sastra (Literasi) sebagai kunci pembuka peradaban Dunia”
Nyawiji Kinanthi Luhuring Pangeksi : Sengkalan Penanda Tahun Selebrasi (2021M)
Sengkalan ini bermakna “Bersatu Bergandeng tangan menyiapkan Generasi Masa depan yang lebih baik (Visioner)”
Wahananing Gati Sinongsongan Budi: Sengkalan Penanda untuk Tahun Kongres (1954 Jawa)
Sengkalan ini bermakna “ Segala Inovasi sejatinya harus dilandasi dan dipayungi oleh budi pekerti.
Ana caraka pratandha, Ana ujar ana uni
Dadi jejering Satriya, Sastralampah ing pakerti
Ana caraka pratandha : Hanacaraka adalah tanda/ wakil dari suara atau bunyi.
Maka setiap bunyi harus sesuai dengan karakter tulisannnya yang menjadi caraka.
Dadi jejering satriya : Bunyi atau ucapan yang sesuai dengan karakter tulisannya itu menjadi pedoman karakter bagi seorang satria.
Sastralampah ing pakerti : Sastralampah (scriptio continua) script yang bersambung tanpa spasi dalam suatu konteks kalimat utuh.
Sastra sendiri dalam khasanah jawa menyiratkan sebuah ketajaman dalam berbagai hal, maka perilaku Satriya seyogyanya harus tajam dalam berfikir dan bertindak, serta selalu dalam kesesuaian antara ucap dan tindakan. karena selalu melihat sebuah peristiwa dalam sebuah konteks yang utuh.