Begitulah Judul Tulisan liputan Teman Wartawan dari Koran
Sindo (Mas Hardjono) yang ikut hadir dalam Acara syukuran pembukaan
Daipilong (Kedai Kopi Ndomblong) Arga Dumilah di Brambang, Bukit Bintang, Pathuk, Gunungkidul.
ada sebuah guyonan dalam acara peluncuran produk baru Kopi Ndomblong di Pathuk pada waktu itu.
"Jangan karena panjenengan tidak bisa baca aksara jawa, kemudian mencap saya tidak nasionalis karena menggunakan aksara jawa lho. Semua tulisan jawa dalam kemasan produk Kopi Ndomblong itu berbahasa Indonesia, dan ikrar NKRI kita itu Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. tidak ada Satu Aksara to....?"
Kamipun tertawa bersama...
Bahkan Nota di Daipilong Keprabon Solo dan Insya Allah di setiap Daipilong nantinya menggunakan aksara jawa juga.
Indahnya Bhineka Tunggal Ika.
(Bangga Dengan Budaya & Produk Bangsa sendiri)
Tuesday, November 17, 2015
Wednesday, July 08, 2015
KOPI & FONT JAVAHOLIC
Entah kenapa namanya kopi.
di Warung Kopi ndomblong, ada font yang bisa di kopi dan kopi yang dilelet untuk menulis font.
Ada 5 Font dari Genk Kobra yang bisa didownload gratis di download font genk kobra
disamping bisa ngopi bareng sedulur-sedulur... bisa juga belajar aksara jawa.
Hanya untuk orang Eropa.... karena sayang sekali.... sudah jarang orang jawa yang bisa baca
Saturday, April 18, 2015
REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN AKSARA JAWA
Ketika Kebanggaan di Batas Nisbi.
(JARANKU SING IKI... JARANMU MLAYU NENG NGENDI....)
(JARANKU SING IKI... JARANMU MLAYU NENG NGENDI....)
“Bangga & Gagah - Gagahan. Setidaknya saya bisa membaca
papan nama jalan yang beraksara jawa” itulah jawaban saya ketika ditanya oleh
beberapa orang yang menanyakan kepada saya,”Untuk apa nantinya jika kita sudah
bisa menulis & membaca aksara jawa?”. sementara penggunaan aksara latin
sudah mendominasi budaya literasi di hampir semua aspek kehidupan global masa
kini.
Jawaban “Bangga & Gagah-gagahan” itu baru bisa saya
ucapkan hampir 6 bulan kemudian. Jika waktu itu saya jawab : “Dengan menguasai aksara jawa, kita mampu
membaca sejarah dan falsafah jawa langsung dari source aslinya, yaitu
serat-serat lama”, maka pasti akan dibalas : “itu kan bagi mereka yang memang
suka membaca serat-serat jawa lama”. Dan saya pasti akan terjerumus pada debat
yang berkepanjangan dan melebar ke hal-hal yang saya tidak punya kemampuan
untuk menjawabnya.
Buku ini saya susun berdasar pengalaman saya pribadi ketika belajar aksara jawa di tahun
2011, Hal itu terbetik setelah Komunitas Genk Kobra mengadakan silaturahim dan
Pentas Babar Budaya di Ngarsopuro, Solo.
Berat rasanya waktu itu ketika harus menghafal begitu banyak
aksara dan rumitnya tata cara penulisan aksara jawa yang pada akhirnya kemudian
menumbuhkan rasa permakluman di hati saya terhadap minimnya minat mempelajari
aksara jawa dikalangan orang jawa saat ini.
“Wong Jawa ilang jawane” atau “Cintailah produk-produk dalam
negeri” seakan hanya menjadi slogan histeria keresahan berjamaah, tapi pada
kenyataannya, boleh saya katakan hanya sebuah disphoria semu. Dimana ketika mereka
dihadapkan pada solusi simple, yaitu sebuah hal yang mendasar dalam ranah
perkembangan sosial budaya sebuah bangsa yang disebut komunikasi, dalam hal ini masalah membaca dan
menulis aksara hasil karya bangsa sendiri, justru hanya mampu mengamini namun
enggan memberi contoh kongkrit. dengan berbagai alasan klasik.
Yaaah......... selama ini saya hanya bisa melongok dan kagum
terhadap beberapa bangsa yang tetap ngugemi aksaranya sendiri ditengah
gencarnya gempuran globalisasi. Dan ternyata mereka jauh lebih survive dalam
segala hal daripada bangsa kita, bahkan dengan berbekal karakter bangsanya itu
justru menjadi bargaining yang kuat untuk mampu menguasai dan mengembangkan
teknologi serta perekonomian global saat ini.
Betapa hal yang dianggap sepele bagi kebanyakan orang,
seperti penggunaan aksara lokal, ternyata mampu membentuk mindset cinta produk bangsa
sendiri sejak usia dini sehingga berdampak positif pada perkembangan pemikiran
berbangsa di masa depannya.
Gaul aksara Jawa bagi bangsa Jawa khususnya dan gaul aksara
lokal bagi berbagai suku menjadi hal penting menurut saya di jaman sekarang dan
masa depan kita. “Jika Gaul saja tidak, mana mungkin mencintai?”.
Sebelum kita bicarakan kembali aksara jawa, mari kita
sedikit merenungi kenangan lama kita.
Pernahkah kita
berfikir : Kenapa dahulu sekolah formal itu syaratnya dimulai dari SD,
kemudian SMP lalu SMA dst…? Kemudian kenapa Seiring perkembangan ternyata hal
itu sudah tidak relevan, karena itu harus dibutuhkan Taman Kanak-Kanak?.
Lalu…., Apakah kemudian hal itu cukup? sejalan dengan
perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan manusia?. Ternyata sekarang dibutuhkan
Play Group sebelum masuk ke Taman Kanak-Kanak. Dan seterusnya-dan seterusnya.
Tahukah kita bahwa dahulu kala ketika membangun bangunan
Aksara Jawa di kalangan masyarakat jawa itu CUKUP dengan HANACARAKA, karena
dibangun diatas fondasi aksara Kawi yang sama-sama bersifat silabik (suku kata)
dan bentuk yang hampir sama?
Sadarkah kita bahwa membangun aksara jawa dengan HANACARAKA
sekarang ini bagaikan membangun kembali sebuah reruntuhan candi diatas air? Karena
fondasinya sudah digenangi oleh aksara ABCD yang sangat berbeda karakter dan
bentuknya? Maka dibutuhkan sebuah
pondasi awal baru untuk selanjutnya bisa dibangun bangunan aksara jawa komplit
yang sering kita sebut HANACARAKA.,
Kembali kepada masalah pembelajaran aksara jawa sekarang
ini. Aturan-aturan dan sistem pengenalan menulis dan membaca aksara jawa yang
digabung dalam sebuah pelajaran bahasa jawa seakan justru menjadikan penulisan
aksara jawa terasa semakin sukar, hingga menjadi momok bagi generasi muda kita
jika bertemu dengan pelajaran menulis aksara jawa.
Seyogyanya menggaulkan aksara jawa di kalangan generasi muda
menjadi sebuah mata pelajaran tersendiri di luar pelajaran bahasa jawa,
sehingga ketika kita belajar aksara jawa tidak terbebani dengan gramatikal dan
tetek bengek lainnya, apalagi dibebani dengan bahasa jawa yang mungkin sudah
tidak atau jarang kita pakai komunikasi sekarang ini.
Sepanjang penulisan aksara, tanda vokal dan cara menempatkan
aksara pasangan itu benar, maka tulisan aksara jawa kita BENAR.
Dan yang paling penting menurut saya adalah, pengetahuan
tentang sejarah aksara itu sendiri dengan berbagai cerita-cerita sejarah bangsa
yang melingkarinya perlu dikenalkan dahulu sebagai landasan kebanggaan dalam
mempelajari aksara jawa. sebelum belajar ke aksaranya.
REKONSTRUKSI terhadap cara menghafal aksara jawa harus
dilakukan. seiring perkembangan jaman. Jika di jaman dahulu, cara mengenalkan
aksara jawa cukup dengan cerita Hanacaraka saja, karena sebelumnya orang sudah
kenal bentuk aksara kawi yang hampir sama, sedangkan untuk kondisi saat ini
jelas kurang mendukung, maka saya berikhtiar untuk memotong jumlah aksara
menjadi hanya 11 aksara utama yang harus dan wajib dilalui untuk menuju ke
semua aksara Jawa, dan aksara-aksara itu tersusun menjadi sebuah kalimat :
“APA YA SARANA
MADHANGI JAWA”.
Berdasar hasil dan respon yang saya temui selama hampir 3 tahun lebih sejak saya mulai mempelajari aksara jawa ini, maka ketika seseorang
disodori untuk menghafal aksara dengan urutan HANACARAKA langsung, maka mereka
merasakan banyak kesulitan dalam menghafal perbedaan antara “Sa & Da”, Ha
& La” , “Nga & Ba” serta aksara yang hampir sama bentuknya dalam waktu
bersamaan, yang akhirnya berdampak pada hafalan yang terbalik-balik. sebagai
contoh : hingga kini masih banyak tulisan nama-nama jalan yang seharusnya
ditulis “dalan” malah tertulis “salan”. Tulisan “bakal” malah tertulis “banal”.
Dengan Mengurangi jumlah aksara menjadi 11 yang disusun
dalam 4 Baris, yang tiap baris mewakili ciri-ciri bentuk aksara jawa.
- Baris pertama adalah ciri-ciri lengkung,
- Baris kedua adalah ciri-ciri melingkar
- Baris ketiga adalah ciri-ciri bergerigi dan pisah.
- Baris keempat adalah ciri-ciri runcing beserta variasinya,
maka cara pengenalan dengan konstruksi urutan aksara ini
akan memudahkan kita menghafalnya. disertai dengan trik-trik cara menghafalkan
aksara pasangannya.
Metode “OPO YO” ini bisa dikatakan sebagai metode prahana
(sebelum masuk ke hanacaraka).
Sudah pasti masih banyak kekurangan & sangat perlu
pengembangan lebih lanjut, terutama oleh para sesepuh di bidang penggiat bahasa
& aksara jawa yang lebih kompeten di bidang ini.
Dalam hal ini saya hanyalah orang awam di bidang aksara
jawa, tanpa basic pendidikan bahasa & sastra jawa, Tergerak belajar
menekuni aksara jawa dan mencoba urun rembug dengan niatan menjadikan aksara
jawa lebih gaul di kalangan remaja sekarang. Dan berharap bahwa kemampuan
membaca serta menulis aksara jawa menjadi kebanggaan bagi setiap individu,
disaat orang lain tidak mampu
.
Demikian sekelumit cerita dibalik layar saya menyusun buku
Gaul Aksara Jawa ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amiiin
Matur Nuwun
Je. Genk Kobra
Sekali lagi Harapan saya, buku ini bisa dilihat dan difahami
sebagai upaya menebalkan rasa kebanggaan terhadap produk bangsa kita sendiri
dengan tetap beretika.
Subscribe to:
Posts (Atom)