Persembahan dari Komunitas Genk Kobra.:
KITA TETAP BERSAMA
YAM PET YAM PET (lagu anak anak)
SERAT DONG DONGAN (Genk Kobra 2016)
Tuesday, August 30, 2016
Tuesday, July 12, 2016
Sunday, June 19, 2016
Gapuraning Karta Kabuka Gusti 1949 Jawa / 2016 M
Salam Romadlon 1437 H.
Sesuai dengan sengkalan Gapuraning Karta Kabuka Gusti / Pintu Rahmat/ Kemakmuran Dibuka oleh Allah SWT.
Semoga kita selalu dalam Lindungan Nya. dan selalu diberikan kelapangan hati serta fikiran yang jernih dalam menjalani & membaca kehidupan ini.
Sesuai dengan sengkalan Gapuraning Karta Kabuka Gusti / Pintu Rahmat/ Kemakmuran Dibuka oleh Allah SWT.
Semoga kita selalu dalam Lindungan Nya. dan selalu diberikan kelapangan hati serta fikiran yang jernih dalam menjalani & membaca kehidupan ini.
Monday, March 21, 2016
SELASIH
Sak enak enake Dawet sing wis mbok rasakke
Isih kalah enak Dawet Selasih Pasar Gedhe
Cabuk Rambak, Pecel Ndesa, sak Gempol Plerette
Brambang Asem kurang opo nggonku tresno kowe
Sak pait paite Jamu Gendhong Pasar Legi
Isih pait urip Kleweran ra mbok kancani
Nyoto Babat, Sego Liwet, Timlo tak turuti
Thengkleng Wedhus kowe kok yo ora ngerti ngerti
Gathot... Gendar, Thiwul, Intip, Srabi
Lentho... Tahu kupat, diCethoti
Gembus... mung jenenge ra ndongakke
Tak Oleh olehi telung jinah Sate Kere
Sak panas panase Tahok karo Wedang Ronde
Isih kalah panas ngopi nDomblong nyawang kowe
Balapan Tirtonadi ora umum ramene
Bale kambang Taman jurug nglaras nggo mbayangke
Sak adoh adohe Lokananta Sriwedari
Isih kalah adoh karo angen angen iki
Obat kangen mugo mugo nemu Gethuk Lindri
Pasar Kembang padhang saka esuk awan bengi
Sok-sok Ngangeni... Sok-sok Berseri... Sok-sok Bengawan... Sok dadi Siji.
Weruh Panganan... Eling Sliramu... Bingung kudu nesu, opo kudu ngguyu
Je. L. Santo & Habib Priyatmoko
Friday, January 01, 2016
POHON BERAS
Revolusi
Mental
adikku ada-ada saja
lagunya
masak nanya enyak
tentang pohon beras
nyak begitu tanyanya
emang beras ada pohonnya
tersentak aku oleh
celotehnya lugu
aku dulu tak pernah
begitu
aku jadi terharu
di kecilku dulu
sawah luas selebar jagat
pohon padi daun cincau
pernah kucuri
adikku kecil tak lagi
alami
bau lumpur nimba kalenan
juga tak lagi
jangankan ani-ani pohon
padi pun tak ngerti
. : ah, apa begitu
perubahan ini
(Pohon Beras, 2009)
Sebuah
puisi saya kutip di atas, sebagai pembuka tulisan ini. Puisi yang Saya tulis
itu bercerita tentang sebuah generasi yang tak lagi mengenal pohon padi. Apakah
ini sebuah ironi? Ironi dari masyarakat kita hari ini. Masyarakat yang konon
dikenal sebagai masyarakat agraris, tetapi generasinya hari ini sudah tidak
lagi mengenal pohon maha penting dalam kehidupannya. Sebuah pohon yang dahulu
pernah membuat kita bangga karena keberhasilan swasembada pangan. Kini tidak
semua anak dari generasi hari ini yang betul-betul mengenal pohon ini.
Seberapa
penting generasi kita hari ini mengenal pohon-pohon yang begitu melekat dalam
kehidupan mereka? Apakah sepenting mereka belajar bagaimana berselancar dengan
baik di dunia internet? Atau keberadaannya tidaklah terlalu penting untuk
diketahui. Karena mengenalnya adalah symbol ketertinggalan. Tidaklah penting
generasi kita tahu apa dan bagaimana pohon ini. Cukup mereka mengerti bahwa
beras adalah kebutuhan pokok mereka. Membelinya adalah cara termudah untuk
mengonsumsinya.
Generasi
kita hari ini, yang tak mengenal apa dan bagaimana pohon ini, rasanya tidak
layak memimpin negeri ini. Bagaimana mereka mampu merasakan kebutuhan
masyarakat luas bila kebutuhan dasar dari masyarakat dan dirinya sendiri saja,
mereka abai. Sulit membayangkan seorang pemimpin masyarakat sama sekali tidak
tahu bahwa ia dibesarkan dari pohon ini. Mengenal pohon padi adalah upaya
mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri adalah jalan menemukan sikap
mental apa yang hendak dibangun
.
.
Modernitas
dan perubahan mengasingkan kita pada
masa lalu. Kerap kita mengalami amnesia sejarah. Bahwa menemukan masa lalu
tidak terlalu penting bagi upaaya untuk maju. Hari ini kebutuhan kita adalah
bagaimana tampil sejajar dengan orang lain. Bahkan kalaupun belum sejajar
bagaimana caranya disejajarkan. Tidaklah penting cara berpikir seperti apa yang
kita gunakan. Tetapi, apa yang bisa kita tampilkan adalah sebuah pencapaian
prestasi yang hebat. Meski, untuk itu kita hanya perlu menempelkan cara
berpikir kita pada sekelompok masyarakat lain yang kita anggap lebih hebat. Tak
penting isi (substansi). Terpenting adalah orasi.
Saya
kira salah satu factor penting yang perlu dipikirkan dalam gerakan “revolusi
mental” ini bersikap kritis pada hal-hal yang remeh temeh seperti ini.
Mengajarkan generasi muda kita mengenal pohon padi bukan pekerjaan yang
sia-sia. Mendekatkan mereka pada hal-hal yang sesungguhnya sehari-hari mereka
makan, dirasakan dan hadapi adalah pekerjaan kebudayaan yang teramat penting.
Ini jauh lebih penting dari sekadar membuat program beasiswa anak-anak penting
untuk sekolah ke luar negeri.
Revolusi
mental tidaklah berasal dari ruang kosong. Ia pastinya berlatar kesadaran
sejarah. Mau mengerti apa yang seharusnya menjadi bagian dari wilayah kesadaran
kolektif jauh lebih penting dari sekadar kesadaran yang bersifat parsial.
Karenanya, berbicara revolusi mental pada dasarnya kita sedang berusaha untuk
mengerti latar kita terlebih dahulu. Apa dan bagaimana kita di masa lalu.
Bagaimana kita berpijak hari ini. Dasar utama dari semua itu adalah kesadaran
untuk mencoba melihat dengan jernih masa lalu kita. Memilahnya. Menemukan
sesuatu yang berharga. Menjadikannya sebagai modal social kita hari ini.
Saya
kira, ke arah sanalah gerak revolusi mental kita bisa dimulai. Seperti tersirat
semangatnya dalam sebuah puisi dibawah ini:
ingatanku
sedang mencari hulu
agar
tepat jalan ke bentang muara
setiap
berhenti singgah selalu sempat kupandang
ganggang
lumut cere sepat rumput ilalang
di
kampungku tak kutemukan laut
kuserahkan
saja padamu pengartian gelombangnya
aku
sendiri merasa asik saja menganyam jaring
memastikan
waktu menangkap ikannya
di
tempatku dulu biasa memanggil semut
dengan
mantra katelku aliya kusebut
sebagai
pemintal benang
agar
datang semut-semut geramang
di sana
tak ada yang mencintai puisi
seperti
caraku saat ini
tetapi
ibuku selalu berlinang
jika
kubacakan padanya berulang
(Declare,
2009).
Mungkin suatu saat kita akan dipertemukan dengan sebuah
pertanyaan, “Apa Jawa punya aksara?”. Wallohu a’lam.
By Akhmad Fikri Af
Published by ndomblong corporation
Tuesday, November 17, 2015
Mengenalkan Kopi Dunia Lewat Aksara Jawa
Begitulah Judul Tulisan liputan Teman Wartawan dari Koran
Sindo (Mas Hardjono) yang ikut hadir dalam Acara syukuran pembukaan
Daipilong (Kedai Kopi Ndomblong) Arga Dumilah di Brambang, Bukit Bintang, Pathuk, Gunungkidul.
ada sebuah guyonan dalam acara peluncuran produk baru Kopi Ndomblong di Pathuk pada waktu itu.
"Jangan karena panjenengan tidak bisa baca aksara jawa, kemudian mencap saya tidak nasionalis karena menggunakan aksara jawa lho. Semua tulisan jawa dalam kemasan produk Kopi Ndomblong itu berbahasa Indonesia, dan ikrar NKRI kita itu Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. tidak ada Satu Aksara to....?"
Kamipun tertawa bersama...
Bahkan Nota di Daipilong Keprabon Solo dan Insya Allah di setiap Daipilong nantinya menggunakan aksara jawa juga.
Indahnya Bhineka Tunggal Ika.
(Bangga Dengan Budaya & Produk Bangsa sendiri)
ada sebuah guyonan dalam acara peluncuran produk baru Kopi Ndomblong di Pathuk pada waktu itu.
"Jangan karena panjenengan tidak bisa baca aksara jawa, kemudian mencap saya tidak nasionalis karena menggunakan aksara jawa lho. Semua tulisan jawa dalam kemasan produk Kopi Ndomblong itu berbahasa Indonesia, dan ikrar NKRI kita itu Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. tidak ada Satu Aksara to....?"
Kamipun tertawa bersama...
Bahkan Nota di Daipilong Keprabon Solo dan Insya Allah di setiap Daipilong nantinya menggunakan aksara jawa juga.
Indahnya Bhineka Tunggal Ika.
(Bangga Dengan Budaya & Produk Bangsa sendiri)
Wednesday, July 08, 2015
KOPI & FONT JAVAHOLIC
Entah kenapa namanya kopi.
di Warung Kopi ndomblong, ada font yang bisa di kopi dan kopi yang dilelet untuk menulis font.
Ada 5 Font dari Genk Kobra yang bisa didownload gratis di download font genk kobra
disamping bisa ngopi bareng sedulur-sedulur... bisa juga belajar aksara jawa.
Hanya untuk orang Eropa.... karena sayang sekali.... sudah jarang orang jawa yang bisa baca
Saturday, April 18, 2015
REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN AKSARA JAWA
Ketika Kebanggaan di Batas Nisbi.
(JARANKU SING IKI... JARANMU MLAYU NENG NGENDI....)
(JARANKU SING IKI... JARANMU MLAYU NENG NGENDI....)
“Bangga & Gagah - Gagahan. Setidaknya saya bisa membaca
papan nama jalan yang beraksara jawa” itulah jawaban saya ketika ditanya oleh
beberapa orang yang menanyakan kepada saya,”Untuk apa nantinya jika kita sudah
bisa menulis & membaca aksara jawa?”. sementara penggunaan aksara latin
sudah mendominasi budaya literasi di hampir semua aspek kehidupan global masa
kini.
Jawaban “Bangga & Gagah-gagahan” itu baru bisa saya
ucapkan hampir 6 bulan kemudian. Jika waktu itu saya jawab : “Dengan menguasai aksara jawa, kita mampu
membaca sejarah dan falsafah jawa langsung dari source aslinya, yaitu
serat-serat lama”, maka pasti akan dibalas : “itu kan bagi mereka yang memang
suka membaca serat-serat jawa lama”. Dan saya pasti akan terjerumus pada debat
yang berkepanjangan dan melebar ke hal-hal yang saya tidak punya kemampuan
untuk menjawabnya.
Buku ini saya susun berdasar pengalaman saya pribadi ketika belajar aksara jawa di tahun
2011, Hal itu terbetik setelah Komunitas Genk Kobra mengadakan silaturahim dan
Pentas Babar Budaya di Ngarsopuro, Solo.
Berat rasanya waktu itu ketika harus menghafal begitu banyak
aksara dan rumitnya tata cara penulisan aksara jawa yang pada akhirnya kemudian
menumbuhkan rasa permakluman di hati saya terhadap minimnya minat mempelajari
aksara jawa dikalangan orang jawa saat ini.
“Wong Jawa ilang jawane” atau “Cintailah produk-produk dalam
negeri” seakan hanya menjadi slogan histeria keresahan berjamaah, tapi pada
kenyataannya, boleh saya katakan hanya sebuah disphoria semu. Dimana ketika mereka
dihadapkan pada solusi simple, yaitu sebuah hal yang mendasar dalam ranah
perkembangan sosial budaya sebuah bangsa yang disebut komunikasi, dalam hal ini masalah membaca dan
menulis aksara hasil karya bangsa sendiri, justru hanya mampu mengamini namun
enggan memberi contoh kongkrit. dengan berbagai alasan klasik.
Yaaah......... selama ini saya hanya bisa melongok dan kagum
terhadap beberapa bangsa yang tetap ngugemi aksaranya sendiri ditengah
gencarnya gempuran globalisasi. Dan ternyata mereka jauh lebih survive dalam
segala hal daripada bangsa kita, bahkan dengan berbekal karakter bangsanya itu
justru menjadi bargaining yang kuat untuk mampu menguasai dan mengembangkan
teknologi serta perekonomian global saat ini.
Betapa hal yang dianggap sepele bagi kebanyakan orang,
seperti penggunaan aksara lokal, ternyata mampu membentuk mindset cinta produk bangsa
sendiri sejak usia dini sehingga berdampak positif pada perkembangan pemikiran
berbangsa di masa depannya.
Gaul aksara Jawa bagi bangsa Jawa khususnya dan gaul aksara
lokal bagi berbagai suku menjadi hal penting menurut saya di jaman sekarang dan
masa depan kita. “Jika Gaul saja tidak, mana mungkin mencintai?”.
Sebelum kita bicarakan kembali aksara jawa, mari kita
sedikit merenungi kenangan lama kita.
Pernahkah kita
berfikir : Kenapa dahulu sekolah formal itu syaratnya dimulai dari SD,
kemudian SMP lalu SMA dst…? Kemudian kenapa Seiring perkembangan ternyata hal
itu sudah tidak relevan, karena itu harus dibutuhkan Taman Kanak-Kanak?.
Lalu…., Apakah kemudian hal itu cukup? sejalan dengan
perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan manusia?. Ternyata sekarang dibutuhkan
Play Group sebelum masuk ke Taman Kanak-Kanak. Dan seterusnya-dan seterusnya.
Tahukah kita bahwa dahulu kala ketika membangun bangunan
Aksara Jawa di kalangan masyarakat jawa itu CUKUP dengan HANACARAKA, karena
dibangun diatas fondasi aksara Kawi yang sama-sama bersifat silabik (suku kata)
dan bentuk yang hampir sama?
Sadarkah kita bahwa membangun aksara jawa dengan HANACARAKA
sekarang ini bagaikan membangun kembali sebuah reruntuhan candi diatas air? Karena
fondasinya sudah digenangi oleh aksara ABCD yang sangat berbeda karakter dan
bentuknya? Maka dibutuhkan sebuah
pondasi awal baru untuk selanjutnya bisa dibangun bangunan aksara jawa komplit
yang sering kita sebut HANACARAKA.,
Kembali kepada masalah pembelajaran aksara jawa sekarang
ini. Aturan-aturan dan sistem pengenalan menulis dan membaca aksara jawa yang
digabung dalam sebuah pelajaran bahasa jawa seakan justru menjadikan penulisan
aksara jawa terasa semakin sukar, hingga menjadi momok bagi generasi muda kita
jika bertemu dengan pelajaran menulis aksara jawa.
Seyogyanya menggaulkan aksara jawa di kalangan generasi muda
menjadi sebuah mata pelajaran tersendiri di luar pelajaran bahasa jawa,
sehingga ketika kita belajar aksara jawa tidak terbebani dengan gramatikal dan
tetek bengek lainnya, apalagi dibebani dengan bahasa jawa yang mungkin sudah
tidak atau jarang kita pakai komunikasi sekarang ini.
Sepanjang penulisan aksara, tanda vokal dan cara menempatkan
aksara pasangan itu benar, maka tulisan aksara jawa kita BENAR.
Dan yang paling penting menurut saya adalah, pengetahuan
tentang sejarah aksara itu sendiri dengan berbagai cerita-cerita sejarah bangsa
yang melingkarinya perlu dikenalkan dahulu sebagai landasan kebanggaan dalam
mempelajari aksara jawa. sebelum belajar ke aksaranya.
REKONSTRUKSI terhadap cara menghafal aksara jawa harus
dilakukan. seiring perkembangan jaman. Jika di jaman dahulu, cara mengenalkan
aksara jawa cukup dengan cerita Hanacaraka saja, karena sebelumnya orang sudah
kenal bentuk aksara kawi yang hampir sama, sedangkan untuk kondisi saat ini
jelas kurang mendukung, maka saya berikhtiar untuk memotong jumlah aksara
menjadi hanya 11 aksara utama yang harus dan wajib dilalui untuk menuju ke
semua aksara Jawa, dan aksara-aksara itu tersusun menjadi sebuah kalimat :
“APA YA SARANA
MADHANGI JAWA”.
Berdasar hasil dan respon yang saya temui selama hampir 3 tahun lebih sejak saya mulai mempelajari aksara jawa ini, maka ketika seseorang
disodori untuk menghafal aksara dengan urutan HANACARAKA langsung, maka mereka
merasakan banyak kesulitan dalam menghafal perbedaan antara “Sa & Da”, Ha
& La” , “Nga & Ba” serta aksara yang hampir sama bentuknya dalam waktu
bersamaan, yang akhirnya berdampak pada hafalan yang terbalik-balik. sebagai
contoh : hingga kini masih banyak tulisan nama-nama jalan yang seharusnya
ditulis “dalan” malah tertulis “salan”. Tulisan “bakal” malah tertulis “banal”.
Dengan Mengurangi jumlah aksara menjadi 11 yang disusun
dalam 4 Baris, yang tiap baris mewakili ciri-ciri bentuk aksara jawa.
- Baris pertama adalah ciri-ciri lengkung,
- Baris kedua adalah ciri-ciri melingkar
- Baris ketiga adalah ciri-ciri bergerigi dan pisah.
- Baris keempat adalah ciri-ciri runcing beserta variasinya,
maka cara pengenalan dengan konstruksi urutan aksara ini
akan memudahkan kita menghafalnya. disertai dengan trik-trik cara menghafalkan
aksara pasangannya.
Metode “OPO YO” ini bisa dikatakan sebagai metode prahana
(sebelum masuk ke hanacaraka).
Sudah pasti masih banyak kekurangan & sangat perlu
pengembangan lebih lanjut, terutama oleh para sesepuh di bidang penggiat bahasa
& aksara jawa yang lebih kompeten di bidang ini.
Dalam hal ini saya hanyalah orang awam di bidang aksara
jawa, tanpa basic pendidikan bahasa & sastra jawa, Tergerak belajar
menekuni aksara jawa dan mencoba urun rembug dengan niatan menjadikan aksara
jawa lebih gaul di kalangan remaja sekarang. Dan berharap bahwa kemampuan
membaca serta menulis aksara jawa menjadi kebanggaan bagi setiap individu,
disaat orang lain tidak mampu
.
Demikian sekelumit cerita dibalik layar saya menyusun buku
Gaul Aksara Jawa ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amiiin
Matur Nuwun
Je. Genk Kobra
Sekali lagi Harapan saya, buku ini bisa dilihat dan difahami
sebagai upaya menebalkan rasa kebanggaan terhadap produk bangsa kita sendiri
dengan tetap beretika.
Friday, October 10, 2014
KARTOSURO >< SUROKARTO (trial)
Tuesday, August 19, 2014
Limang Tahun Tirakat @ Ultah Hari Deklarasi NKRI ke 69
Bagaimana jika kita katakan saja bahwa 17 agustus adalah Hari Deklarasi NKRI?
Jadi bukan merdeka dari penjajahan.
Ngalamun @Bunker Liputan Massal Genk Kobra
Jadi bukan merdeka dari penjajahan.
Ngalamun @Bunker Liputan Massal Genk Kobra
Subscribe to:
Posts (Atom)