Sebelumnya saya mohon maaf jika judulnya mengingatkan kita
pada sepasang selebriti kita.. Mbak Maya & Mas Dani. Hal inj karena saya
tak menemukan kata lain yang pas dan tepat sesuai dengan apa yang ingin saya
ungkapkan kecuali menggunakan kata MAYA dan DANI. sekali lagi mohon maaf yaa.
Lamaa sekali saya tidak pernah orek orek karena memang sejujurnya
saya takut dipanggil sebagai tukang orek orek. Meski sebenarnya sudah sejak
sebelum memasuki bulan puasa tahun 2019 ini saya ingin “orek-orek Intip” yang
ada di hati dan fikiran saya ini, tapi karena berbagai hal, saya mencoba
meredam keinginan untuk menuangkannya dalam orek-orekan. Namun rasa geli ini
tak tertahan lagi untuk ngorek orek pakai keyboard tentunya... tidak pakai kaleng
cat semprot yang sebarannya terlalu lebar dan baunya sudah pasti sangat
menyengat hidung.
Malam minggu bagi orang seumuran saya ini memang lebih nyaman nongkrong dan ngopi
di rumah saja sambil menghisap rokok dan menikmati secangkir kopi agak pahit
ditemani sebuah barang yang hampir semua orang di jaman sekarang ini selalu
menyandingnya, termasuk saya. Barang yang sudah menjadi kebutuhan primer bagi
setiap orang masa kini, bahkan sudah menjelma menjadi “pasangan hidup” bagi
masyarakat modern, yaitu HP.
Sinambi leyeh-leyeh, saya membuka-buka aplikasi di HP dan
beryoutube ria melihat video-video tentang kehidupan liar dunia binatang. Video-video tersebut memang menjadi menu favorit kesukaan saya yang
betul-betul bisa saya ambil hikmahnya sebagai
pelajaran hidup bagi saya pribadi, sekaligus untuk merenung tentang segala kebesaran
Tuhan.
Sebuah pelajaran tentang bagaimana seharusnya kita menjadi manusia yang telah diciptakan oleh
Tuhan dengan derajat yang lebih tinggi dari mahluk-mahluk yang lain. yaaa jadi
ingat kepada Al-Ghazali yang menyebutkan bahwa manusia adalah “Hayawaanun Naathiq”.
bahwa manusia itu adalah hewan yang diberi akal fikiran (berbicara dan
berlogika). meskipun hewan disini bukan berarti hewan binatang, tapi mahluk
ciptaan Tuhan yang diberi kelebihan dari mahluk yang lain.
Dalam keasyikan saya berselancar, tak henti hentinya saya
takjub bukan hanya pada hal-hal yang saya temukan di dunia online, namun
fikiran saya justru dibuat takjub juga oleh hebatnya akal manusia yang telah
mampu mengembangkan ilmu pengetahuan terutama di bidang tehnologi informasi dalam
hal ini tehnologi digital beserta perangkat perangkat pendukungnya, sehingga saat
ini setiap orang bisa dengan mudahnya mengakses segala informasi tanpa harus ribet
kesana kemari. cukup dengan satu perangkat HP.
Entah kenapa Fikiran saya tergelitik untuk mengenang
kebelakang 30 tahunan lampau, di akhir tahun 80 an ketika saya masih
menggunakan disket kertas untuk computer XT kemudian diupgrade menjadi AT
dengan program-program komputer yang masih serba sangat terbatas sekali
dibandingkan dengan program-program sekarang.
Kini saya dapat mengakses semuanya hanya melalui sebuah
gadget yang relative kecil namun bisa saya gunakan untuk berkreasi serta mampu
menghubungkan saya kesegala data informasi dunia yang tersaji dalam berbagai
platform dan aplikasi aplikasi yang ada, begitu cepatnya akselerasi perkembangan ilmu
pengetahuan manusia di dunia elektronika dan informasi tehnologi. Tooop
tenaaan!!!
Saya bukanlah seorang yang ahli IT, saya hanyalah seorang
pengguna hasil karya para penemu dan para programmer komputer. Teringat ketika
saya harus belajar program DOS dan menghafal setiap proses perintah secara
runtut dan mengetiknya dikeyboard untuk sekedar membuat Font Italic pada
program wordstar, CW, atau bagaimana
rumitnya membuat sebuah desain tampilan web dengan link-link radio buttonnya
dimana saya harus belajar tentang HTML dan javascript, serta masih banyak lagi
hal-hal yang dahulu masih sangat ribet, sekarang menjadi lebih mudah ketika
semua sudah ada shortcut-shortcut dengan icon-icon yang memudahkan dan
mempercepat pekerjaan kita.
Tak terbayangkan betapa hebatnya para ilmuwan 100 th yang
lalu ketika mereka memulai usaha mereka dalam membuat sebuah perangkat dan
system komputer hingga di tahun 1970 an perangkat perangkat komputer tersebut
mulai diproduksi massal. dan di era itulah kita semua memasuki dunia digital
yang semakin cepat perkembangannya hingga saat ini.
Bagi saya pribadi lompatan-lompatan tehnologi tersebut
sangatlah membantu, karena dengan cepat atau Instant pekerjaan kita bisa kelar
berkat adanya jalan pintas (shortcut). Bahkan program-program dan gadget-gadget
baru alhamdulillah bisa dengan cepat saya pelajari. Ini semua karena sedikit
banyak saya pernah belajar bagaimana runtutan ritual perintah-perintah di
bahasa komputer, bagaimana sebab akibat dari pengkodean digital itu
menghasilkan jejaknya, bagaimana dampak dari sebuah kesalahan kode, serta
sedikit modal bahasa inggris tentunya. Hal inilah yang membuat saya selalu
berhati-hati dalam menggunakan aplikasi-aplikasi online, terutama dunia sosial
media, karena salah sedikit saja, saya harus siap menanggung akibatnya. kalau
dalam syair lagu Genk Kobra berjudul Pari Gaga ditulis : “Mbok sing iso ngukur,
Aja sok diawur, dadi ajur mumur”.
Oh dunia “MAYA”
Kata “Maya” menurut kamus besar bahasa indonesia adalah
khayal,......... namun seiring dg kemajuan tekhnologi, terminologi “Maya” digunakan
juga untuk sesuatu yang tidak terlihat dan mengalami salah kaprah karena
dipakai untuk segala hal yang berkaitan dengan internet (terutama aplikasi-aplikasi
sosmed online). Meskipun sebenarnya dunia internet lebih tepat disebut dengan
dunia Cyber. dimana arti Cyber secara gampangnya adalah sebuah system digital
(computer) yang terhubung satu dengan lainnya melalui jaringan komunikasi,
biasa disebut internet/Interconnection Network (seingat saya lho)
Duluuuu…. ketika perangkat HP yang terhubung dengan internet
mulai berkembang dengan berbagai platform dan aplikasi aplikasi sosial media,
masyarakat menamakan dunia online itu dunia maya, karena masyarakat mengira
dunia itu sebagai dunia khayal. Dunia dimana kita bisa berkhayal untuk menjadi
“apa dan siapa” sesuai khayalan kita. Atau lebih tepatnya masyarakat dunia
sosmed menjadikan aplikasi aplikasi sebagai topeng yang bisa mereka pakai dan
bisa bergonta-ganti topeng semau maunya.
“Pencitraan” istilah yang sering muncul di dunia online memang
efek dari penggunaan tehnologi informasi melalui social media sebagai topeng
bagi segala hal. baik persona maupun berita. Semakin banyak topeng yang
dipakai, maka semakin khayal membumbung tinggi.
Konyolnya, budaya instan yang sudah meracuni kita semua
menjadikan kita gampang menerima sebuah postingan di dunia online tanpa
tergelitik untuk mencari kebenarannya, dalam hal ini menelusuri keabsahan
berita melalui konfirmasi kepada source asli (yang ngetrend atau lagi viral sekarang
dengan istilah tabayun atau klarifikasi) atau malas mencari berita pembanding.
Sehingga segala hal yang muncul di dunia online langsung dilahap dan ditelan
mentah-mentah. kalau istilah saya “diuntal malang”. wis diuntal utuh-utuh, posisinya
melintang lagi. hingga muncullah istilah Hoax diakhir-akhir ini sebagai counter
dari pencitraan.
Budaya Instan yang tanpa disadari sudah tertanam dalam alam
bawah sadar, menafikan keberadaan akal sehat kita dan membuat kita tak pernah
lagi mau melihat proses. Selalu saja berorientasi kepada hasil. Kita jadi terbiasa
merasa cukup hanya melihat suatu peristiwa yang sepotong-sepotong, tanpa mau
melihat konteks utuhnya.
Lebih konyol lagi jika ternyata kita memang lebih suka
memotong-motong atau melompat-lompat demi sebuah kecepatan mencapai tujuan, tak
perlu lagi belajar urutan ritual prosesnya. Semua harus serba cepat . Alih
–alih mampu memilah berita Pencitraan dan Hoax, untuk sekedar mau belajar cara
kerja komputer atau sekedar belajar mengetahui fitur fitur yang ada dalam
sebuah gadget saja, kita malas. Sehingga muncul istilah gaptek (gagap
tehnologi). Tak jarang kita temui, orang-orang
yang menghadapi masalah HP yang hang. lemot dan rusak, atau akun
sosmednya kena hack dan lain sebagainya, yang kadangkala hanya karena
kecerobohan kita sendiri.
Sepertinya tak bisa dipungkiri bahwa ada gap besar antara kecerdasan otak dengan kecerdasan sosial. Antara kecerdasan intelektual dengan kecerdasan spiritual dan emosional. Atau apapun istilahnya pasti para ahli pendidikan yang lebih tahu.
Menurut saya, laju perkembangan tehnology tidak dibarengi dengan kesiapan pendidikan mental dan karakter yang kuat. Kadang saya bayangkan seperti kemajuan dibidang kecepatan mesin mobil yang tidak singkron dengan kemajuan pengembangan sistem rem dan roda.
Goro-Goro…
Geger Genjik kemudian menyeruak dari dunia maya ke permukaan
dunia nyata karena perangkat online yang kita pakai bercermin setiap saat,
berbalik isinya menyerang kita. dimana sebelumnya kita anggap bahwa dunia maya mampu
menjadi pabrik topeng bagi kita, kini betul-betul menjelma menjadi sebuah KACA
BENGGALA yang setiap saat juga mampu menunjukkan segala aib-aib kita.
Masih sangat banyak orang mengira jagad maya itu betul betul
maya. Jagad yang bisa mempoles kulit yang burik dan kasar menjadi halus dan
mulus, yang jahat menjadi baik, yang hitam menjadi putih, yang jantan jadi
betina.
Pertanyaannya adalah : “sampai kapan kita mampu memoles?”,
Jika orang lainpun punya kebebasan berekspresi di jagad ini dan bereaksi
terhadap apa yang kita ekspresikan.
Berharap-harap ada yang memuji, eeeee justru kritikan dan
serangan yang bertubi-tubi dari masyarakat online (Netizen) kepada kita, karena
mereka tahu realita kehidupan sehari hari kita. atau karena mereka menemukan
jejak-jejak digital kita di masa lalu.
Postingan atau status yang kita buat di media social yang
tanpa difikir panjang dampaknya, sangat bisa akan memunculkan reaksi yang
berbeda dari yang kita harapkan. Apalagi jika status itu dibuat pada saat ada moment
besar yang menyangkut masalah orang banyak.
Jujur saja, jagad trendy saat ini membingungkan saya. Bingung
mencari ke”pener”an....... Bingung menentukan realita kekancan di sosial media.
Bahkan untuk sekedar menyapa teman atau sedulur saja, saya harus extra
hati-hati. mau njempoli status wae angel, takut disalah-fahami. karena saya
tidak bertatap muka langsung dengan yang bersangkutan. Maka pada moment-moment
tertentu saya justru banyak diam dan hanya mampu menyimak hiruk pikuknya jagad
sosmed ini.
Keberadaan dunia maya yang sudah berubah menjadi kaca
benggala akan menunjukkan wajah asli seseorang tanpa topeng dan pada akhirnya dampak
positif dari keberadaan jagad online ini setidaknya mengajari kita untuk belajar
jujur dalam berinteraksi sosial jika kita tidak ingin di unlike, di banned, di
blokir, di suspend atau paling tidak kita harus siap di bully oleh masyarakat
online jika kita tidak jujur.
Belajar dari dunia Jual Beli online, disini kita diajari
untuk menjadi penjual dan pembeli yang jujur. Jika kita ingin menjual sebuah
barang, maka kita harus jujur mendeskripsikan kondisi barang tersebut secara
detil. Apabila kita tidak jujur, tentu kita akan di komplain oleh pembeli dan
berdampak pada pembayaran yang disuspend oleh admin penyedia aplikasi atau
barang akan diretur, hingga kemungkinan kita akan diblokir atau diviralkan
bahwa kita adalah penjual penipu. Demikian juga di dunia jasa online seperti
ojek online, pelayanan yang baik akan menghasilkan “Bintang” sebagai penanda
kriteria recommended.
Rupamya jagad maya itu memang lebih tepat disebut jagad
cyber, ketika semua system sudah terkoneksi dan semua data manusia baik fisik
maupun karakter kepribadiannya masuk kedalam sebuah big data, Dimana manusia
yang sudah terdigital dan bahkan dengan sengaja mendigitalkan hampir seluruh
ke”manusiaan”nya kepada dunia IT. dari rekam fisik hingga cara berfikirnya
melalui tulisan-tulisan yang merepresentasikan hati dan fikirannya tersimpan
jejaknya dalam sebuah bank data. Mau lari kemana kita jika semua telah
terkoneksi?
Kita wajib berhati hati menggunakan sosmed atau dunia maya,
sebagaimana kita menjaga lisan dan perilaku kita sehari-hari. sebagaimana dalam
peribahasa Indonesia “Lidahmu, Harimaumu”, atau biasa saya ucapkan dalam lagu
Kembang Lambe Genk Kobra “Kembang Lathi, bacut kocap mbebayani”. Bahkan dalam
obrolan guyonan dengan teman saya, dia berkelakar bahwa malaikat Roqib dan Atid sekarang juga memasang cctv di HP kita. hehehehehe.
Ssssst tenang saja…. Alhamdulillah setidaknya ada dua hal
yang tidak terekam oleh dunia digital ini, yaitu “NIAT dan KEYAKINAN”. siapa
yang tahu niat dan keyakinan kita, selain Tuhan beserta malaikat pencatat amal.
dan kita sendiri.
Dimana kita harus berdiri dan bersikap terhadap dunia sosmed
ini? Bagaimana cara kita mencari yang benar atau yang salah? mana yang
bermanfaat?, mana yang bermadlarat?
Benar atau Salah?
Dondong apa Salak? Duku cilik-cilik..
Ngandhong apa mbecak? Mlaku thimik-thimik
Sebelum kita mencari ”benar dan salah”, seyogyanya kita fahami
dulu bahwa konsep “Benar dan salah” yang dibuat oleh manusia itu tergantung
dari sudut pandang, keberfihakan dan kesepakatan kepentingan sekelompok manusia.
Seseorang bisa dianggap pahlawan oleh sekelompok orang, namun bisa juga dicap
sebagai penghianat oleh sekelompok yang lain. Sesuatu bisa dikatakan benar oleh
kelompok A, tapi sekaligus dikatakan salah oleh kelompok B. Di wilayah ini
masih memungkinkan adanya ruang etik dari pembuat aturan.
Ada lagi istilah “benar dan salah” versi system bilangan bahasa
biner. Sistem bilangan ini merupakan dasar dari semua system bilangan berbasis
digital. Bahasa komunikasi komputer yang hanya mengerti bilangan 0 dan 1
(kosong dan isi), yang merepresentasikan bahasa “Yes dan No” yang didunia IT
disebut Binary Digit, disingkat Bit. yang pengelompokannya dalam komputer
selalu berjumlah 8, disebut 1 Byte yang berisi 8 Bit. Bahasa ini hanya mengenal
“Ya dan tidak” sesuai yang diprogramkan oleh pembuatnya. Bahasa komputer tidak
mengenal Iba dan kasihan. Komputer tak mengerti bahasa etik. Maka jika ada
kesalahan pada komputer, maka jelas yang salah adalah manusia yang membuat
perintahnya.
“Benar dan salah” di dunia online dan dunia nyata bisa
dirunut semuanya jika kita mau menelusuri dan memulainya dengan berdiri di
posisi netral atau mengambil jarak dari permasalahan agar kita bisa
mengapresiasi dengan imbang. Tanpa keberfihakan, apalagi keberfihakan buta. Apresiasi
itu butuh jarak untuk mengukur. Gunakan akal serta nalar yang sehat untuk
menganalisa dengan rujukan rujukan yang berimbang. dan ini tentu saja butuh
proses (waktu).
Coba perhatikan ketika kita bercermin pada kaca benggala,
jika anda memakai topi, maka bayangan anda di kaca juga akan memakai topi, ini
“Benar”. Tapi jika anda menggerakkan tangan kanan, maka yang terlihat di kaca
anda menggerakkan tangan kiri, ini “Salah”. Disini diperlukan sebuah nalar yang
sehat dengan memahami karakter dan cara kerja dari benda yang bernama kaca.
Lalu dimana Kebenaran yang sesungguhnya?
Setelah kita faham bahwa “benar dan salah” belum cukup untuk
menemukan kebenaran sejati. sebagaimana dalam istilah jawa “Bener kuwi durung
tentu Pener”. “Adil kuwi ora kudu padha” dan lain sebagainya yang sangat banyak
bisa kita ambil dari filosofi-filosofi yang bersumber dari kearifan lokal kita.
lalu apa itu kebenaran sejati ?, Bagaimana bisa tahu?. yaaa tentunya kembali
kepada Sang pencipta manusia, sebagai pemilik seluruh kesejatian.
Berbeda dengan aturan “benar dan salah” yang dibuat oleh manusia,
Sebagai orang yang beragama, Pasti kita meyakini bahwa kebenaran sejati adalah
milik Tuhan dan bersifat mutlak. dalam hal ini tentunya harus dilandasi dahulu
dengan keyakinan kita terhadap agama yang kita anut dan yakini. Hal ini tentu
tidak berlaku bagi orang yang tidak beragama.
Kebenaran hakiki dalam ajaran agama yang kita anut jelas
keabsahannya. Jika kita menengok aturan “benar dan salah” dalam berkehidupan
sosial versi berbagai ajaran agama, maka akan kita temukan garis merah
kesamaannya, terutama yang menyangkut tentang hak asasi umat manusia.
Ingat…!!! Niat dan Keyakinan tidak bisa terekam oleh digital.
maka dunia maya tidak tahu niat dan keyakinan kita. Jika niat kita mencari
kebenaran dan keyakinan akan kebenaran yang dijanjikan oleh Tuhan akan
terwujud, maka tak ada yang mampu menahan sa’at kedatangannya. Istilah “Semua akan indah pada waktunya”
mengandung do’a/harapan dan keyakinan yang menjadi benteng terakhir bagi setiap
orang yang selalu berusaha dan mau bersabar menunggu.
Nunggu “DANI”
Disinilah kita menunggu Dani. Apa itu “Dani”?. Dalam bahasa
Arab dan Perancis “Dani” berarti “Hampir/ Dekat”. Dalam bahasa jawa dan sunda “Dani”
bermakna baik/bagus. Dalam bahasa Hebrew, “Dani” bermakna Allah akan
menghakimi. Dalam bahasa Spanyol dan agama kristiani “Dani” berarti Tuhan
adalah hakimku.
Dalam tulisan ini saya memakai terminology Hebrew dan agama
kristiani, bahwa Tuhan/Allah akan menghakimiku. maka Kebenaran sejati itu
hakimnya adalah Tuhan. dan kita sebagai ummat beragama harus yakin bahwa
kebenaran yang sesungguhnya akan ditunjukkan oleh yang maha hakim di seluruh
alam semesta. Hanya Allah yang tahu mana yang sesungguhnya Rohmatan Lil
Alamiin.
Kebenaran hakiki dari Tuhan tak akan datang secara tiba-tiba
atau instan tanpa didahului dengan proses usaha-usaha yang kita lakukan dalam
mencari kebenaran yang kita yakini pada saat ini. Kebenaran sejati itu akan
berada dekat dengan usaha-usaha manusia dalam mencari kebenaran itu sendiri.
Tuhan tak akan merubah nasib suatu kaum, hingga kaum itu sudah berusaha untuk
merubah dirinya sendiri.
Sebagai Umat beragama Islam, saya
teringat kepada kisah Nabi Ibrahim yang berusaha mencari kebenaran Tuhan dengan
berkali-kali merasakan kegagalan dan kekeliruannya dalam mencari Tuhan. namun
kegagalan tersebut tak menyurutkan keyakinannya bahwa dia akan menemukan
kebenaran sejati berbekal akal dan nalar yang sehat.
Dibutuhkan usaha terus menerus dan waktu
yang panjang hingga datangnya “Dani” yang akan menghakimi dan menunjukkan apa
yang terbaik bagi kita saat ini.
Legawa kah kita jika saat “Dani” itu
tiba?, karena dalam legawa itu ada unsur “lega dan gela” kudu digawa.
INTIP
Sebenarnya tulisan ini sudah saya
akhiri sampai disini, namun ada sahabat saya yang ikut mengintip tulisan saya
ini berkomentar : “ lha ini kan seakan baru mubtada’ saja. khobarnya mana?”.
maksudnya adalah : ini kan baru pembuka saja. lalu kabar apa yang mau disampaikan
khususnya hal-hal yang terjadi di dunia sosmed dalam konteks kekinian.
Yaaah terpaksa saya jawab: “mestinya
tidak perlu saya ungkapkan, toh semua pemahaman ini tidak hanya untuk konteks
hari ini saja. tapi pemahaman ini bersifat landasan untuk menemani kita
berselancar di dunia internet”. namun agar tidak menjadi “intip” (kerak) di
hati, maka terpaksa saya lanjut sedikit tulisan saya ini sebagai penutup lubang
intip dan saya katakan kepadanya "Lha ini namanya Intip sarung abu-abu dong".
"Kok Intip Sarung?" tanyanya. yang langsung saya jawab : "Sarung adalah penutup aurat yang saya pakai sewaktu melakukan ritual sholat, dan setelah selesai sholat sarung pun akan saya buka, dan kamu bisa lihat saya pakai celana jeans atau celana katun, bahkan kamu bisa tahu kok kalau ada bekas luka kena knalpot di betis saya. jangan diintip pas saya sedang sholat dong". Sahabat sayapun diam sejenak sambil berfikir keras tentang sarung abu-abu.
" Hahahaha... sarung abu-abu sebuah analogy dari amplop pilihan yang berwarna abu-abu ya?", begitu celetuknya yang saya balas dengan senyum penuh kekaguman terhadap kecepatan cara berfikirnya. maklumlah dia seorang penyair senior dan pengamat politik. hehehehe
Lalu saya teruskan tulisan intip-mengintip ini,
Dari pemahaman kita tentang dunia
maya dan Dani, dapatlah kita mengintip diri kita sendiri. Sudah bijakkah kita
dalam bersosmed ria?.
Hari ini, apapun yang terjadi didunia
online terpantul ke dunia nyata, Dan apapun yang terjadi didunia nyata akan
terpantul kedunia online. banyak hal-hal positif yang bisa kita ambil
manfaatnya. dari transfer ilmu pengetahuan dan informasi, silaturahmi dan
harmony kehidupan sosial hingga ke
keuntungan ekonomi. namun hal-hal negatifpun juga turut terpantul ke dunia
nyata sebagai konsekuensi dari sebuah “Kaca benggala”.
Dengan belajar dari karakter “kaca
benggala”, dalam konteks hari ini yang lagi panas-panasnya di dunia sosmed bangsa indonesia, terutama
pasca pemilu 2019, maka kita harus bisa bijak dalam menyikapi adanya
klaim-klaim kebenaran yang berbeda dari dua kubu yang berseberangan. Toh kita
sudah belajar memahami tentang konsep
“benar dan salah” ala manusia. Jangan sampai kita ikut terjerumus menjadi orang
yang gampang menghakimi, tak perlulah kiranya kita menambah ruwet dunia maya
dengan celoteh dan umpatan-umpatan kebencian karena keberfihakan yang kobaran
panasnya otomatis akan berimbas ke dunia nyata. yang pada akhirnya merusak
sendi-sendi kehidupan sosial kita di dunia nyata. Saudara dan teman berubah
menjadi musuh. yang dekat semakin jauh dan lain sebagainya yang tak perlu saya
panjang lebarkan.
Bersikap bijak menunggu “Dani” di
gerbang praja (gerbang rakyat) adalah dengan memberi ruang apresiasi bagi setiap
usaha-usaha yang dilakukan oleh masing-masing kubu untuk menunjukkan
kebenarannya. melalui proses-proses dengan berbagai dinamikanya yang tentunya
akan membutuhkan waktu untuk mencapai hasil akhir yang sebenarnya. Sebagaimana waktu
yang kita butuhkan untuk menikmati sebuah lagu dengan komplit, yang dimulai
dengan intro, verse , bridge , chorus,
refrain, interlude hingga coda
(akhir lagu). Dan kita sebagai masyarakat umum tinggal mendengarkan dan menonton
sekaligus menyiapkan rasa legawa kita untuk menerima apa yang akan ditunjukkan
oleh Tuhan sebagai Hakim tertinggi di coda nanti. karena Tuhan pasti akan
menunjukkan apa yang terbaik bagi kita saat di gerbang praja.
Begitulah kita mensikapi dunia tehnologi
sa’at ini. yang mau tidak mau, suka tidak suka sudah terlanjur mengakar di setiap sendi kehidupan sosial
budaya kita. agar selalu berdampak positif bagi kehidupan nyata.
Mari kita belajar lagi dari
filosofi-filosofi para leluhur kita, tentang bagaimana pentingnya sebuah proses
daripada sekedar hasil. Merestorasi kembali cara pandang kita agar tidak
gampang kagetan, gampang gumunan dan gampang kapusan dimulai dengan hal-hal
yang sekarang kita anggap sepele dan kuno. karena efek keterbiasaan bawah sadar
kita yang sudah dicekoki dengan hal hal yang serba instan, maka segala yang
cepat kita anggap sebagai suatu kemajuan dan hal yang serba pelan karena harus melalui
proses kita anggap sebagai hal kuno.
Sayup sayup terdengar lagu Genk Kobra Ning Nong Ning Gung... Jaman kemajuan, ning lali paugeran.
Sekali lagi…. Aja kagetan... aja gumunan. aja kapusan.
Alon alon waton kelakon, yen pengen ngerti sing asli.
Imsaaaaak…. !!!!
uuups….. ternyata saya
harus menyudahi orek-orek ini karena semua hawa nafsu harus ditahan.
Nyuwun ngapunten dan matur nuwun.
Adipati Genk
Kobra yang lagi belajar orek-orek intip sambil menunggu malam nuzulul Qur’an.
Banguntapan,
18 Mei 2019