Wednesday, October 18, 2006

Koncoku Juara 3,Lomba Nasyid antar kantor regional INDOSAT







Ketika Bumi digetarkan di depan matamu
Terburai muntah segala isinya
kau masih juga bertanya...

Kenapa?
Tak juga kau fahami...
Makna tanpa kata


Jaman wis akhir-jaman wis akhir, bumine goyang
Jaman wis akhir-jaman wis akhir, bumine goyang
Akale njungkir-akale njungkir, negarane goncang

Wolak waliking jaman saiki, banyak orang gila dianggap kyai
Makin gila, semakin menjadi, bertambah mini katanya seni
Emang aneh... ulah manusia, banyak jalan terang, pilih jalan sunyi
Dunia nyata padha nggak peduli, malah mikirin dunia memedi


Puisi dan lagu Jaman Akhir dr Genk Kobra inilah yang dinyanyikan oleh mas Ian(kawanan GEN-K) yang mewakili INDOSAT regional Jateng & DIY dalam lomba nasyid antar kantor regional INDOSAT se Indonesia di Jakarta seminggu yang lalu. dan alhamdulilah mendapat juara 3.

Ketika kita sibuk berdebat tentang Nasyid & Musik Islami,@)(*b*_$b@(&b khd)(@klhr:?><"l@#@@$@&uobpw

@%$^%^*@$%B#
@#$@%^$^&#%^^*#T3
^^^^^^^^^
)i


missing font!!!

kita justru lupa akan makna tanpa kata, dan kata yang kehilangan bentuknya.

Je. Elysanto

Tuesday, October 10, 2006

Nunggu Tutup Puasa

Ramadhan.... Ramadhan...

Karena ini bulan Ramadhan, maka Setiap sore kulihat orang-orang padha mbungahi nunggu berbuka puasa dengan acara-acara ngabuburit (minjem istilah Sundo). ada yang ngeceng rame-rame, ada yang mengaji di masjid, ada yang ngobrol-ngobrol ngalor ngidul, ada yang lain-lain lah, intinya seneng banget nyedhaki bedhug maghrib, katanya menunggu buka puasa.

Loh Kok Buka To?

Tak coba fahami itu semua dari sudut pandang yang lain, nah itu yang paling kacau dari saya selama ini, sebuah penyakit yang gak sembuh-sembuh meski dengan predikat lulusan Pakem (RS. Jiwa di Jogja).

Kalau Puasa itu dimulai dari subuh dan berakhir pada maghrib berarti kan mereka menunggu Tutup Puasa bukan Buka puasa dong?

Ketika kita memulai dengan sahur di pagi hari dan kita tutup puasa dikala maghrib, maka malam ramadhanlah waktu yang tepat kiranya buat kita gunakan untuk evaluasi puasa kita selama setengah hari tadi dengan merenungi apa saja yang kita alami selama puasa kita hari ini. sukses ga kita? ato masih gagal? Paginya kita buka lagi latihan mengekang hawa nafsunya hingga kita tutup latihannya di saat adzan Magrib.

Dalam Islam ato dalam bahasa arab yang kita kenal adalah Ifthor, maka do'a setelah menyempurnakan puasanya saat adzan maghrib adalah .... wa 'ala rizqika afthortu.......

Ifthor sebagaimana futhuur (makan pagi) dlm bhs arab yang dlm bhs inggris dikatakan breakfast (merusak puasa) namun dalam konteks yang berbeda. kalo dalam bahasa inggris mungkin puasa disitu adalah setelah semalam tidur tidak beraktifitas, tapi dalam konteks Islam bukanlah merusak puasa, namun sebuah Latihan bagi muslim untuk kembali ke fitroh, yaitu fitrohnya manusia yang suci. dan memang sudah selesai waktu latihannya dan ditutup dengan tanda adzan maghrib.

Sebuah salah kaprah kalo kita bilang "yang penting dibatalkan dulu puasanya ketika mendengar adazan maghrib" mestinya disempurnakan dulu puasanya dengan sekedar minum atau makanan ringan, lha kalo dibatalkan kan malah puasanya jadi rusak kan...? batal, gak sempurna.

Lulus nggak kita? sempurna gak ya...? ya mbuh ya...

Nah seperti yang tertulis di Kantor GEN-K "Win To Reborn" sudah saatnya kita ini reborn harus mampu kembali ke fitroh, Lahir kembali dengan berbeda dari yang kemaren-kemaren. mari kita tinggalkan cara-cara lama yang gak beres. Jaman itu sudah berakhir... Jaman wis Akhir Bumine Goyang tapi kita harus tetep goyang agar lolos dari guncangan, Menang dan lahir kembali dengan berpakaian yang baru. he... he... Klambine Anyar

Nyruput Kopi dulu buatan mas Hamim. namanya Kopi Paste (Kopi Pas Tenan), Sruuut... srupuuut,

trus bobok ah..

Je. Elysanto
genkkobra@yahoo.com
di Pasareyan GEN-K (tempat Sare maksudnya)

Sunday, October 08, 2006

dari Blog tetangga : Puasa kita saat ini!

Saya terharu membaca pengalaman kang Hasan, saya bersekolah di Pennsylvania dan ini kali pertama saya berpuasa jauh dari komunitas saya di Yogya. Anehnya, saya justru lebih khusyuk menjalankan puasa disini, karena seperti kata Kang hasan, puasa disini juga hening, saya mengatur semua jadwal saya termasuk jadwal rutin sholat. Saya sangat terharu dan malu waktu prof saya mempersilahkan saya berbuka puasa di dalam kelas waktu saya mengikuti kuliah malam hari...karena saya kebetulan satu satunya muslim dikelas itu...alangkah bedanya dg suasana puasa di Indonesia dimana semua moment harus ditandai dg suara hiruk pikuk.

Di Indonesia (maaf) saya malah mendapat kesan bahwa orang yg berpuasa terlalu melebih-lebihkan bulan suci yg harusnya penuh suasana tenang untuk membersihkan diri. Seakan mereka ingin membuat pengumuman "HEI LIHAT, AKU BARU BERPUASA...SEMUANYA HARUS MENGHORMATIKU...." dan melupakan umat beragama lain disekitarnya. Benar kata Kang Hasan, puasa adalah hubungan hamba dengan Tuhan, dan kalau niat kita sudah bulat ke hal tersebut, akan menjadi lucu kalau kita masih khawatir iman kita akan goyah hanya dg melihat orang makan atau ramainya tempat hiburan. Dan satu lagi, Insya Allah kita juga akan selalu dihormati kalau kita juga menghormati mereka.

Mohon maaf lahir bathin dan selamat berpuasa bagi yg menjalankannya.

Ani - Penn

petrus bogi wrote:
Salut dengan pemikiran anda dan patut dijadikan contoh untuk pemeluk agama apapun. Dan saya yakin Kang Hasan mendapat pendidikan agama yang baik dimulai dari kecil dalam lingkup keluarga. Nah sekarang bagi2 ilmunya Kang soal proses menjadi bijak seperti anda


Salam
yogi

Cecilia Algina wrote:
Aduh Kang Hasan..seandainya seluruh umat muslim d
Indonesia bisa sebijak anda. Saya, sebagai non-muslim,
suka heran dengan berita2 d bulan ramadhan, jika ada
sweeping tempat jual makanan, rumah makan-rumah makan
harus menutup kacanya dgn korden... Rasanya kok aneh
ya?

Karena d keluarga besar saya banyak juga yang muslim,
dan mereka ga pernah marah tu seandainya ada anggota
keluarga yg ga puasa makan d depan mereka (misal
mereka sdg bertamu k rumah keluarga yg tidak puasa
saat makan siang). Paling yang punya rumah permisi
makan, klo mereka masi mo gabung ngobrol juga puasanya
ga batal tuh...

cheers,
gina

--- Kang Hasan wrote:

Sudah hampir sepuluh tahun saya bermukim dan
melewatkan suasana bulan Ramadhan di Jepang. Sudah kurang lebih sepuluh
kali bulan Ramadhan saya lalui sebagai bagian dari 100 ribu
muslim di tengah 120 juta penduduk Jepang. Itu berarti sudah selama
itu pula saya menjalani kehidupan sebagai seorang muslim
minoritas. Pengalaman beribadah dan berdakwah, khususnya suasana bulan
Ramadhan, sungguh berbeda dengan yang sebelumnya saya alami di negeri
sendiri, di mana Islam merupakan agama mayoritas. Perbedaan itu,
untungnya, justru memberikan banyak pelajaran berharga untuk
direfleksikan bagi kehidupan beragama di tanah air.

Ramadhan di Jepang adalah Ramadhan yang hening.
Di malam hari kita tak mendengar peningkatan volume keriuhan suara
karena ada tambahan suara dari mesjid-mesjid. Pun tak ada suara
dari ritual membangunkan orang untuk sahur. Setiap orang mengatur sendiri waktu
shalat, sahur, atau berbuka puasa berdasarkan jadwal
shalat yang informasinya dengan mudah diperoleh di internet.
Kaum muslimin juga tidak mendapat "perlindungan" khusus dari pemerintah Jepang yang sekuler itu. Tidak ada anjuran untuk menghormati orang yang berpuasa, karena sebagian besar masyarakatJepang bahkan tidak tahu bahwa kita sedang berpuasa.

Sake (minuman keras) memiliki tempat yang penting dalam
budaya dan dunia bisnis Jepang. Karenanya di manapun kita akan
dengan mudah menemukan kedai sake atau bar yang bergaya barat. Di
kawasan tertentu tempat-tempat minum hadir bersama hiburan malam
dengan wanita/pria penghibur.

Jenis hiburan yang disediakan beragam , dari yang sekedar teman minum hingga teman tidur. Semua tempat minum dan hiburan itu tentu saja tetap berbisnis
seperti biasa sepanjang bulan Ramadhan. Tak ada peraturan yang
membuat mereka harus menghentikan bisnis dalam rangka menghormati
bulan Ramadhan atau orang-orang yang sedang berpuasa.

Demikianlah, minoritas muslim di Jepang tetap khusuk menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan meski tidak dibuat kondisi khusus untuk itu. Tempat-tempat ibadah berupa mesjid dan islamic center di beberapa kota tertentu, ruangan di
kedutaan, kampus, atau ruangan apa saja yang disulap menjadi tempat ibadah
sementara, dipenuhi hadirin untuk shalat berjamaah, tadarus, atau pengajian.
Tidak diperlukan suara hiruk pikuk untuk membuat orang hadir di
tempat ibadah.
Kaum muslimin yang sedang berpuasa tidak merasa terganggu oleh aktivitas makan-minum orang-orang Jepang di tempat umum. Mereka bahkan tidak merasa terganggu dengan tetap beroperasinya tempat- tempat hiburan malam. Alasannya sederhana, karena
keseharian mereka memang tidak pernah bersinggungan dengan aktivitas
di tempat-tempat tersebut.

Singkat kata, kaum muslimin dapat beribadah dengan tenang dan
khusuk tanpa memerlukan pengkondisian secara khusus.
Karenanya berbagai pengkondisian menjelang dan selama bulan
Ramadhan di tanah air patut dipertanyakan urgensinya.
Seperti kita ketahui, banyak peraturan khusus yang
dikeluarkan pemerintah daerah dalam rangka menghormati bulan
Ramadhan dan orang yang berpuasa. Tempat-tempat hiburan malam harus
ditutup selama bulan Ramadhan. Di beberapa daerah ada Perda yang
melarang orang berjualan makanan atau makan di tempat umum di siang
hari. Tujuannya adalah agar orang-orang tak terganggu puasanya.
Saya masih sulit memahami kalau aktivitas makan-minum orang
lain bisa mengganggu puasa kita. Demikian lemahkah iman kita?
sehingga kita bisa tergoda hanya dengan melihat orang lain makan?
Demikian pula, mungkinkah kekhusukan ibadah kita terganggu dengan
aktivitas di tempat hiburan malam kalau kita sama sekali tidak
pernah mengunjungi tempat-tempat itu?
Puasa adalah ekspresi ketundukan. Puasa adalah ekspresi
hubungan khusus antara hamba dengan Khaliknya. Puasa
semestinya dilakukan dalam kesunyian relung pribadi. Tapi yang
kita lakukan justru sebaliknya. Kita mengumumkan puasa kita.

Bahkan kita menuntut orang untuk menghormati kita.
Lalu, ibadah malam kita tak jarang riuh rendah, hampir
semuanya kita lakukan dengan loud-speaker bertenaga
besar. Mulai dari azan, shalat, ceramah, zikir, tadarus, hingga
aktivitas membangunkan orang untuk sahur. Ramadhan, bagi
sebagian non-muslim
adalah bulan dengan peningkatan intensitas kebisingan.
Masihkah tersisa ekspresi ketundukan dalam puasa yang
demikian itu?

Sendai, 28 September 2006

http://abdurakhman.com/joomblog/79.html

Wednesday, October 04, 2006

RESCHEDULING Workshop





Sehubungan dengan beberapa hal teknis yang berkembang karena antusias berbagai fihak dan media yang ingin bersinergi dan bergandeng tangan (Sithik Eding) dalam Workshop ini, maka dengan ini kami mereschedule ulang Workshop Menembus layar kaca ini dan segera akan kita publish di blogspot dan informasikan kepada rekan-rekan semua via email atau telepon.

Workshop ini memang kita rencanakan menjadi langkah awal dari sebuah program yang berkesinambungan. disusul dengan workshop-workshop yang lain (Pembuatan Video Clip Genk Kobra dan Grup-Grup Lokal Lain, Sitkom dll. yang akan dikerjakan oleh rekan-rekan peserta Workshop dan tayang di TV-TV Lokal) dan pada akhirnya menuju PARADE FILM MAKER MUDA JOGJA on TV.

Mohon Maaf bagi bagi rekan-rekan yang telah mendaftar. semoga Reschedule ini akan menjadikan Acara ini lebih baik dan bermanfaat bagi berbagai fihak.

Terima kasih, atas pengertian rekan-rekan semua.

Sony Set, Baharuddin Harahap, Je Elysanto